Judul Buku : Paper Towns
Pengarang : John Green
Tahun terbit : 2014
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun terbit : 2014
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jumlah Halaman : 360 Halaman
Harga : Rp 64000,00
Blurb :
Saat Margo Roth Spiegelman mengajak Quentin Jacobsen pergi tengah malam - berpakaian seperti ninja dan punya daftar panjang rencana pembalasan - cowok itu mengikutinya. Margo memang suka menyusun rencana rumit, dan sampai sekarang selalu beraksi sendirian. Sedangkan Q, Q senang akhirnya bisa berdekatan dengan gadis yang selama ini hanya bisa dicintainya dari jauh tersebut. Hingga pagi datang dan Margo menghilang lagi.
Gadis yang sejak dulu merupakan teka - teki itu sekarang jadi misteri. Namun, ada beberapa petunjuk. Semuanya untuk Q. Dan cowok itu pun sadar bahwa semakin ia dekat dengan Margo, semakin ia tidak mengenal gadis tersebut.
Ringkasan cerita :
Quentin dan Margo sudah saling mengenal dan berteman akrab sejak kecil. Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama. Quentin pun mengetahui sejak awal bahwa Margo suka sekali dengan teka - teki dan misteri. Tak hanya itu, Margo pun senang menyelidiki dan menyusun rencana. Semua itu ia ketahui ketika saat kecil mereka menemukan mayat seorang pria di taman bermain. Margo dengan semangat dan penasaran mengorek informasi apapun yang ia dapat demi mengetahui motif kematian pria tersebut. Sementara Q, Q tidak terlalu antusias dan berusaha melupakan peristiwa mengerikan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, mereka berdua tumbuh besar dan sudah memiliki teman yang berbeda walaupun masih bersekolah di tempat yang sama. Margo masuk ke kelompok murid - murid populer, sedangkan Q masuk ke kelompok murid yang biasa - biasa saja dan menjalani hidup dengan normal. Namun, perasaan Q terhadap Margo tidak berubah. Ia diam - diam masih menyukai dan memerhatikan Margo dari jauh meskipun Margo sudah memiliki kekasih.
Ketika Q melihat Margo, semuanya tampak biasa dan normal - normal saja. Margo tampak bahagia dan masih menyukai petualangan. Sudah menjadi buah bibir di kalangan murid - murid bahwa Margo pernah menjalani petualangan seru, antara lain menerobos masuk Disneyland, belajar gitar bersama seorang kakek tua yang tinggal seorang diri di Mississippi, berkeliaran selama tiga hari dengan rombongan sirkus, dan minum teh herba di belakang panggung bersama grup band The Mallionaires. Margo juga tampak bahagia bersama Jase Worthington, pacarnya.
Namun, ternyata semua dugaan Q tentang Margo salah. Ia malah begitu muak dengan lingkungan di sekitarnya, termasuk dengan pacar dan teman - teman dekatnya. Suatu hari, Margo ingin membalas dendam kepada pacar dan teman - temannya, dan ia mengajakserta Q untuk menemaninya. Q yang merupakan cowok dengan kehidupan normal dan tidak pernah berbuat onar, kini turut serta dengan petualangan seru Margo yang melibatkan sedikit aksi. Q pun sangat bahagia malam itu dan tidak sabar untuk menemui Margo esok harinya di sekolah.
Esok harinya, justru ia kecewa karena tidak melihat Margo sama sekali. Hari berikutnya juga, akhirnya ia tidak sabar dan pergi ke rumah Margo. Setelah pergi ke rumah Margo, ia akhirnya mengetahui bahwa Margo kabur dari rumah. Dan Margo meninggalkan petunjuk - petunjuk kecil untuk Q. Dari sinilah petualangan sebenarnya di mulai. Q, bersama sahabat - sahabatnya yaitu Ben, Radar, dan Lacey berpetualang untuk menemukan Margo. Petualangan mereka pun begitu menegangkan dan seru. Q sempat putus asa dan mengira Margo bunuh diri sebelum ia menemui petunjuk yang ditinggalkan Margo di internet dan kini ia yakin dimana Margo berada. Akhirnya, Q dan ketiga temannya pada hari wisuda mengemudi 24 jam nonstop secara bergantian dan memulai petualangan seru mereka demi menemukan Margo.
Secara keseluruhan, jalan ceritanya cukup seru dan menegangkan. Yang menurut saya paling menegangkan adalah ketika Margo dan Q menemukan mayat di taman bermain. Sementara yang paling seru adalah ketika Q dan Margo berada di Sea World, berdansa sepanjang malam diiringi lagu jazz Stars Fell on Alabama. Aku paling suka adegan itu. Juga ketika Q serta Ben, Radar, dan Lacey berada di jalanan menuju tempat Margo bersembunyi.
Sebenarnya saya suka dengan karakter Margo Roth Spiegelman yang 'berbeda' ini. Dia memiliki pemikiran luas dan mandiri. Serta rencana yang disusunnya brilian dan tidak biasa. Itu menurut pandangan saya sendiri. Brilian karena sederhana, mudah dilakukan tapi tepat sasaran. Ia juga menolak untuk menjadi seorang 'gadis kertas' yang menjalani kehidupan normal dan biasa - biasa saja dan malah memilih untuk berpindah - pindah kota. Namun saya heran dengan kesukaan Margo pada gedung dan bangunan terbengkalai. Itu yang menurut saya agak aneh walaupun sebagian orang menganggapnya biasa - biasa saja. Dan saya juga heran dengan sikap Margo yang terlalu memaksakan diri untuk tetap teguh pada pilihannya meninggalkan rumah dan berkelana ketimbang pulang dan bertemu keluarga dan teman - temannya.
Bagi saya yang merupakan orang rumahan, hal itu janggal dan terasa keliru. Lalu ada karakter Q yang memendam perasaan selama bertahun - tahun, dan akhirnya tahu bahwa Margo juga punya perasaan padanya bahkan sejak kecil. Menurut saya, yang membuat cerita ini menarik selain cerita petualangan adalah dua karakter Q dan Margo yang berbeda namun entah mengapa menurut saya serasi.John Green juga membuat ungkapan - ungkapan seru yang tidak biasa seperti contohnya :
"Menurut pendapatku, semua orang mendapatkan satu keajaiban. Contohnya, aku mungkin takkan pernah disambar halilintar, atau memenangkan hadiah nobel, atau menjadi diktator suatu negara kecil di Kepulauan Pasifik, atau mengidap kanker telinga yang tak dapat disembuhkan, atau mengalami tubuh tebakar secara tiba - tiba." Paper Towns, hal 9Yang menjadi kekurangan adalah buku ini merupakan buku terjemahan yang awalnya menggunakan bahasa inggris. Jadi, tentu saja ada beberapa kalimat yang saya kurang bisa memahami lantaran terjemahannya terasa janggal, seperti pada hal 23 :
"Margo Roth Spiegelman, yang nama bersuku kata enamnya kerap diucapkan secara utuh dengan semacam ketakziman senyap."Jujur, saya kurang paham dengan frasa ketakziman senyap. Ketika membaca buku John Green yang berjudul The Fault In Our Star, juga banyak kalimat - kalimat yang tidak saya pahami lantaran penerjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Sebagai saran saja, jika ingin betul - betul memahami kalimat demi kalimat yang ada di buku ini, sebaiknya bacalah versi aslinya dalam bahasa Inggris.
Namun, secara keseluruhan buku ini tetap layak dibaca karena keseruan ceritanya dan sangat recommended bagi pecinta buku - buku John Green. Dan bagi penggemar Cara Delevigne pun juga dianjurkan membaca buku ini atau minimal menonton filmnya. Fyi, Cara Delevigne memerankan Margo dan yang memerankan Q adalah Nat Wolff. Saya sendiri belum pernah lihat filmnya, namun sepertinya seru karena jalan ceritanya juga seru sekali.
Setelah membaca The Fault In Our Star, saya pun tertarik mencari karya John Green yang lain, dan saya menemukan Paper Town saya tertarik untuk membeli buku ini setelah baca beberapa reviewnya di internet. Dan setelah membaca, saya puas dan suka dengan ceritanya. Ketika membaca Paper Towns saya tidak terbawa emosi seperti saat membaca The Fault In Our Star, namun seperti yang sudah saya katakan berulang - ulang, daya tarik novel ini adalah keseruan ceritanya dan chemistry antara Margo dan Q yang berkepribadian berbeda.
Sekian dulu, dan maaf kalau review ini mengandung spoiler karena saya baru pertama membuat review buku. Saya baru pemula dan masih banyak kekurangan dalam membuat review ini namun saya berharap apa yang saya tulis ini dapat membantu dan bermanfaat. Happy reading!
0 komentar:
Posting Komentar